Jejak Sejarah Teungku Lhokseumawe

Tgk Lhokseumawe Membuka Rawa dan Hutan

LHOKSEUMAWE- Lhokseumawe, merupakan kota terbesar kedua setelah ibukota Banda Aceh. Sejak dahulu, kota yang berada pada posisi 04° 54’ – 05° 18’ Lintang Utara dan 96° 20’ – 97° 21’ Bujur Timur ini, berhadapan dengan Selat Malaka. Sejak tahun 70-an tambang minyak dan gas bumi ditemukan. Sementara pada masa perjuangan memperebutkan kemerdekaan, mantan Presiden Sukarno menjuluki Aceh wilayah modal.Selain itu, Lhokseumawe menyimpan banyak bukti sejarah dan peristiwa besar serta tercatat rapi dalam buku sejarah dunia.Mulai penjajahan Portugis, Hindia Belanda, Jepang sampai kisah historik pejuang wanita, Cut Meutia menyimpan jejaknya di kota ini. 

Sampai kemegahan beberapa proyek vital menjadikan kota yang hanya berpenduduk 160 ribu jiwa lebih ini disebut-sebut kota Petro Dolar.Bisa dikatakan, Lhokseumawe diapit dua kota besar, Medan dan Banda Aceh, sehingga bagi para pendatang sering menjadikan kota kecil tersebut sebagai tempat transit dan itu sudah terjadi sejak lama. Percampuran berbagi suku membuat kita saat ini sulit mendapatkan keturuan asli atau pribumi Lhokseumawe.

Bagi yang hendak menuju ke Lhokseumawe harus bisa ditempuh melalui jalur darat dari Medan Sumatera Utara dengan waktu enam jam. Sedangkan dari Banda Aceh lebih dekat lagi hanya sekitar 5 jam saja. Seiring berjalannya waktu Lhokseumawe terus membangun, namun sangat disayangkan, banyak fakta sejarah terabaikan. Bahkan raib begitu saja. Tidak banyak yang tahu kisah asal muasal Lhokseumawe dan sejarah pemberian nama itu.

Namun dari segi bahasa kata Lhokseumawe bisa diartikan sebuah tempat penampungan air yang dalam dan airnya berputar-putar, secara kata terbagi dalam dua kosa kata bahasa Aceh yakni “ Lhok” dan “Seumawe”. Lhok artinya dalam, palung atau kawasan perairan dalam dan Seumawe artinya berputar-putar . Namun sampai saat ini yang memberikan nama Lhokseumawe masih misteri.

Namun, bagi sebagian masyarakat, istilah tersebut pertama kali disematkan oleh Tgk Lhokseumawe yakni orang yang pertama kali membuka kawasan yang dulunya rawa dan hutan belukar tersebut menjadi pemukiman. Pada akhirnya hayat sang ulama dan tokoh perjuangan itu dimakamkan kawasan perbatasan antara Desa Banda Masen dan Utuen Bayi yang merupakan kampung tertua di Kecamatan Banda Sakti.Berdasarkan cerita rakyat, Teungku Lhokseumawe adalah seorang pejuang Islam yang gigih melawan penjajahan.

Namun demikian, tidak ada data dan bukti otentik terkait identitas asli sang Tengku dan sampai saat ini masyarakat meyakini beliau syahid dalam peperangan kaum muslimin dengan kaum kafir pada masa Kerajaan Samudera Pasai.

Makam Teungku Lhokseumawe terletak di Lorong I Gampong Banda Masen, Kecamatan Banda Sakti. Hal itu bisa jadi benar. Pasalnya, seorang peneliti sejarah dan kebudayaan Islam asal Lhokseumawe Tgk Taqiyuddin menjelaskan, motif batu nisan makam Tengku Lhokseumawe mirip dengan nisan peninggalan masa Samudera Pasai yang tersebar di beberapa wilayah Aceh Utara.

Namun, katanya, butuh penelitian secara arkheologis untuk mengungkap fakta historis Tgk Lhokseumawe. “Dengan penelitian tersebut, akan terungkap sejarah Lhokseumawe yang sebenarnya. Oleh sebab itu, Pemko saat ini harus mengambil kebijakan untuk membuat penelitian khusus sejarah kota ini,” ujarnya.

Apalagi, menurutnya, Lhokseumawe pada masa Kerajaan Samudera Pasai dijadikan kawasan pelabuhan terpadu. Bahkan, Krueng (Sungai-red) Cunda yang membelah Kota Lhokseumawe dijadikan jalur keluar masuk kapal-kapal berbadan besar pada masa itu.

Sayangnya, lokasi tersebut terkesan kurang terawat, tetapi pada hari-hari tertentu banyak dikunjungi masyarakat dan pelajar. Untuk mengingatkan bahwa makam itu sebuah situs sejarah dibangun tugu tepat disamping makam, untuk menuju ke kawasan itu hanya dibutuhkan waktu 10 sampai 15 menit perjalanan dari pusat kota menggunakan kendaraan roda dua dan empat.(rakyataceh.com) 

Tweet