INFO UPDATE
Selamat Datang di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Aceh Utara, email:disdikpora.acut01@gmail.com

Mengapa Banjir Datang Lagi?

TAK perlu menunggu hujan turun berhari-hari untuk mengundang banjir atau tanah longsor di Aceh. Kali ini banjir kembali melanda beberapa daerah di Aceh. Dan beberapa lokasi di Aceh Tengah terjadi longsor setelah hujan lebat pada Jumat malam lalu. Padahal, kepanikan akibat banjir dan longsor di pengujung 2014 lalu belum seluruhnya hilang dari ingatan masyarakat.

Persoalan banjir dan longsor bukan sekadar menunggu air surut, atau membersihkan tumpukan tanah dan pohon tumbang di badan jalan. Atau sekadar mengirimkan tim Taruna Siaga Bencana untuk menolong masyarakat. Atau memberikan bantuan masa panik alakadarnya.

Lebih dari itu, ada rantai aktivitas yang tiba-tiba mandeg karenanya. Dan kemandeg-an ini, tentu saja mendatangkan kerugian yang tidak sedikit. Anak-anak tidak bisa belajar karena sekolahnya terendam banjir. Petani tidak bisa ke sawah dan berladang. Transportasi terhambat. Pedagang kehilangan pelanggan. Para pekerja menjadi tidak bersemangat karena diliputi rasa waswas. 

Bukan tidak mungkin aktivitas di pemerintahan juga ikut lesu karenanya. Pertanyaannya, mengapa kondisi ini terjadi berulang-ulang? Jika diperhatikan, beberapa wilayah di Aceh merupakan langganan terjadinya bencana alam. Salah satunya adalah Kabupaten Aceh Tengah yang dipengaruhi oleh faktor geografis. Tetapi, bukan berarti tak bisa ‘diakali’ kan? Di sinilah diperlukan kecerdasan dan kecakapan pemimpin dalam melihat dan memetakan masalah di wilayah kekuasaannya. Tentunya, beda daerah beda sumber masalahnya, beda pula cara menanganinya. Pemerintah jangan selalu kuet padee lam reudok.

Soal ini, menarik mencermati permintaan Bupati Aceh Tengah terkait penanganan bencana di daerahnya. Usai meninjau longsor di sejumlah titik di Aceh Tengah, Nasaruddin meminta UPTD Bina Marga Provinsi Aceh yang berada di wilayahnya bisa berperan aktif saat terjadinya musibah.

Menurut Nasaruddin, UPTD yang berkantor di Blang Kolak II tersebut seperti tidak berfungsi. Mereka tidak bisa membantu BPBD Aceh Tengah secara maksimal dalam beberapa kali terjadinya longsor dan banjir bandang. UPTD Bina Marga Provinsi Aceh diminta tidak senyap, minimal membantu alat berat yang memadai. BPBD Aceh Tengah mengaku kewalahan jika terjadi bencana, apalagi alat berat yang dimiliki sangat tidak memadai. Hal ini menandakan buruknya koordinasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.

Belum lagi buruknya sistem pengelolaan tata ruang wilayah di seluruh provinsi Aceh. Dalam hal ini pemerintah sepertinya masih mau tawar menawar. Padahal dampak dari sikap kompromistis tersebut sudah jelas adanya. Protes masyarakat dan aktivis lembaga swadaya masyarakat hanya dianggap angin lalu.

Pemerintah jangan bertindak seperti pemadam kebakaran dalam menangani bencana alam. Melihat bencana yang sama terus terjadi berulang-ulang sudah saatnya langkah komprehensif dilakukan. Salah satunya pemerintah harus tegas untuk menghentikan perambahan hutan. Jangankan yang ilegal, yang legal saja sudah harus dihentikan. Sebab hutan kita sudah terinfeksi penyakit stadium akut. Semua sibuk ketika bencana datang. Tapi peremajaan hutan belum dilakukan secara massif.

Percuma pemerintah meminta rakyat sabar menghadapi bencana, sementara mereka tidak melakukan tindakan preventif untuk mencegahnya. Cukup sudah mengatakan bahwa musibah datang dari Tuhan untuk menguji keimanan manusia, sementara penyebabnya sudah jelas. Karena lembeknya sikap pemerintah pada para perambah hutan. Percuma pemerintah mengatakan akan melakukan ini dan itu jika baru hujan beberapa jam saja banjir sudah menerjang di mana-mana.(portalsatu)

0 komentar:

Posting Komentar