Kendati hasil Ujian Nasional Tahun 2015 tidak lagi menjadi
satu-satunya penentu kelulusan siswa SMP maupun SMA sederajat, kebocoran soal
dan praktik sontek ditengarai masih saja terjadi. Hal ini mengusik pelaksanaan
UN SLTA 13-15 April lalu.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa hasil UN mulai tahun ini bukan menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa. Hasil UN itu digunakan untuk pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan, pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, dan pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kementerian juga memetakan hasil UN pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Akan tetapi, kenapa praktik ketidakjujuran di kalangan pelajar dan sekolah itu masih saja terus terjadi?
Laporkan Pembocoran Soal
Kemendikbud juga sudah melaporkan indikasi pembocoran soal UN SMA sederajat kepada pihak kepolisian untuk diproses hukum. Pembocoran soal itu dilakukan oleh pihak tertentu sehingga bisa diunggah di Internet.
Laporan indikasi pembocoran soal juga disampaikan melalui surat terbuka siswa
peserta UN kepada pihak UGM Yogyakarta. Kendati UN 2015 tidak lagi menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa,
indikasi adanya pihak yang membocorkan soal yang masih terus terjadi itu,
akhirnya terungkap.
Dalam pelaksanaan UN SMA sederajat ini, Ombudsman Perwakilan Lampung menerjunkan dua tim monitoring implementasi UN.
Menurut Ketua Ombudsman Perwakilan Lampung Zulhelmi, pihaknya mendapatkan beberapa temuan penting tentang kelemahan pelaksanaan UN yang menjadi sarana pemetaan kualitas pendidikan per wilayah secara nasional itu.
Tim menemukan di SMAN 2 Kota Bandarlampung adanya siswa yang ikut UN berbasis CBT mengalami hambatan dalam mengikuti tes karena kendala jaringan komputer dan sistem yang digunakan. Menurut informasi, keluhan serupa juga dialami siswa peserta UN CBT di SMAN 9 Bandarlampung dan SMAN 1 Way Jepara Lampung Timur, yaitu komputer yang digunakan sempat mengalami gangguan (hang), sehingga membuat siswa yang mengerjakan soal UN itu menjadi stress.
Menindaklanjuti dugaan adanya pihak yang sengaja membocorkan soal UN SMA, Bareskrim Mabes Polri sudah mengantongi pelaku yang membocorkan naskah soal UN 2015 yang diduga berasal dari Perum Percetakan Negara Jakarta.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menilai pelaku tidak hanya membocorkan, tetapi juga mencederai kerja keras ratusan ribu orang yang terlibat dalam pelaksanaan UN.
"Mereka (guru-guru) jaga itu dengan hati-hati dan amanah karena ini adalah rahasia, lalu ada orang yang meng-upload itu. Jadi, satu orang ini bukan sekadar membocorkan, dia juga mengkhianati ratusan ribu orang yang bekerja disiplin menjaga amanah itu," ujar Anies di Kantor Kemendikbud Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (16/4).
Pelaku diketahui mengunduh 30 set dari 11.730 set soal UN dalam bentuk PDF melalui akun Google Drivenya. Meski hanya mengunduh 30 set dari 11.730 set soal UN, Anies tetap menyayangkan perbuatan tersebut. Hal itu tetap mencoreng pelaksanaan UN. "Secara jumlah memang tidak banyak. Akan tetapi, itu bukan soal jumlahnya. Meskipun kecil, itu tercoreng, tidak ada toleransi," ujarnya lagi.
Kondisi tersebut membuat para siswa peserta UN, termasuk di Lampung, di antaranya mengaku was-was atas kemungkinan pelaksanaan UN SMA sederajat tahun ini akan diulang, terutama untuk mata pelajaran yang terindikasi dibocorkan soal-soalnya tersebut.
Standar Kelulusan
Lantas, bagaimana ketentuan standar kelulusan siswa yang tidak lagi hanya ditentukan dari hasil UN itu?
Berkaitan dengan penilaian hasil belajar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggara Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau Yang Sederajat.
Dalam Bab II Peraturan Mendikbud itu, ditetapkan Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Pencapaian Kompetensi Lulusan dalam Ujian Nasional; yaitu pada pasal 2 ayat (1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik, dan lulus Ujian S/M/PK.
Dalam Ayat (2), disebutkan bahwa kelulusan peserta didik dari ujian S/M sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan oleh satuan pendidikan; (3) kelulusan peserta didik dari ujian PK sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi; (4) kelulusan peserta didik ditetapkan setelah satuan pendidikan menerima hasil UN peserta didik yang bersangkutan.
Pasal 3 Ayat (1) menyebutkan bahwa penyelesaian seluruh program pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Huruf a, untuk peserta didik: SMP/MTs dan SMPLB apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas VII sampai dengan kelas IX; SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, dan SMK/MAK apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas X sampai dengan kelas XII; SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem kredit semester (SKS) apabila telah menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang dipersyaratkan; Program Paket B/Wustha dan Program Paket C, apabila telah menyelesaikan keseluruhan derajat kompetensi masing-masing jenjang program.
Ayat (2) SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem SKS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf c harus memiliki izin dari dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau kantor wilayah kementerian agama provinsi/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing; (3) ketentuan keikutsertaan peserta didik dari sekolah penyelenggara sistem SKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dalam POS UN.
Pasal 4 Ayat (1) kriteria kelulusan peserta didik dari ujian S/M untuk semua mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Huruf c ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan nilai S/M; (2) kriteria kelulusan peserta didik dari ujian PK untuk semua mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Huruf c ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi berdasarkan perolehan nilai PK dari PKBM/kelompok belajar pada SKB.; (3) kriteria kelulusan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup minimal rata-rata nilai dan minimal nilai setiap mata pelajaran yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Ayat (4) nilai S/M/PK sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) diperoleh dari gabungan rata-rata nilai rapor dengan bobot 50 persen sampai dengan 70 persen, yaitu: pertama, semester I--V atau yang setara pada SMP/MTs, SMPLB, dan Paket B/Wustha; kedua, semester III--V atau yang setara pada SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, SMK/MAK, dan Paket C; ketiga, semester I--V atau yang setara bagi SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem SKS.
Nilai ujian S/M/PK dengan bobot 30--50 persen. Total bobot nilai rapor dan nilai ujian S/M/PK 100 persen, dan nilai S/M/PK dilaporkan dalam rentang nilai 0--100.
Dalam Pasal 5, disebutkan bahwa kelulusan peserta didik dari SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, SMK/MAK ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rapat dewan guru; Program Paket B/Wustha dan Program Paket C ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melalui rapat pleno dengan melibatkan perwakilan dari satuan pendidikan nonformal.
Pasal 6 Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap peserta didik yang telah mengikuti UN akan mendapatkan SHUN; (2) SHUN sekurang-kurangnya berisi biodata siswa, nilai hasil UN untuk setiap mata pelajaran yang diujikan, dan tingkat pencapaian kompetensi lulusan untuk setiap mata pelajaran yang diujikan; (3) nilai hasil UN dilaporkan dalam rentang nilai 0--100.
Ayat (4) tingkat pencapaian kompetensi lulusan seperti yang dimaksud pada Ayat (1) disusun dalam kategori sangat baik, jika nilai lebih dari 85 dan kurang dari atau sama dengan 100; baik, jika nilai lebih dari 70 dan kurang dari atau sama dengan 85; cukup, jika nilai lebih dari 55 dan kurang dari atau sama dengan 70; dan kurang, jika nilai kurang dari atau sama dengan 55.
Peraturan itu ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2015 oleh Mendikbud Anies Baswedan. Regulasi ini menggantikan Peraturan Mendikbud sebelumnya (Mohammad Nuh), yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 144 Tahun 2014.
Seharusnya, dengan ketentuan kelulusan siswa yang tidak lagi hanya berdasarkan hasil UN, tetapi berdasarkan proses belajar mengajar siswa selama sekolah, praktik pembocoran soal semestinya tidak terjadi.
Begitu pula, perilaku tidak terpuji "membantu" siswa peserta UN mendapatkan nilai terbaik secara tidak jujur dilakukan berbagai oknum maupun cara-cara "rekayasa" mencapai target mendapatkan nilai tinggi UN oleh oknum terentu secara perorangan maupun tersistematis seharusnya juga tidak lagi dijalankan.
Kini, saatnya para siswa melaksanakan tugas belajar mengajar dan menjalani proses pendidikan formal dengan lebih tenang.
Anak-anak kita itu haruslah menjadi pintar secara akademik, terampil secara "skill", dan bermoral serta berbudi pekerti dan akhlak terpuji sejalan tujuan pendidikan yang paripurna. Dengan demikian, SDM negeri ini benar-benar menjadi makin tangguh, berkualitas, bermental, dan moral kuat, seperti kita cita-citakan bersama. (antaranews)
Dalam pelaksanaan UN SMA sederajat ini, Ombudsman Perwakilan Lampung menerjunkan dua tim monitoring implementasi UN.
Menurut Ketua Ombudsman Perwakilan Lampung Zulhelmi, pihaknya mendapatkan beberapa temuan penting tentang kelemahan pelaksanaan UN yang menjadi sarana pemetaan kualitas pendidikan per wilayah secara nasional itu.
Tim menemukan di SMAN 2 Kota Bandarlampung adanya siswa yang ikut UN berbasis CBT mengalami hambatan dalam mengikuti tes karena kendala jaringan komputer dan sistem yang digunakan. Menurut informasi, keluhan serupa juga dialami siswa peserta UN CBT di SMAN 9 Bandarlampung dan SMAN 1 Way Jepara Lampung Timur, yaitu komputer yang digunakan sempat mengalami gangguan (hang), sehingga membuat siswa yang mengerjakan soal UN itu menjadi stress.
Menindaklanjuti dugaan adanya pihak yang sengaja membocorkan soal UN SMA, Bareskrim Mabes Polri sudah mengantongi pelaku yang membocorkan naskah soal UN 2015 yang diduga berasal dari Perum Percetakan Negara Jakarta.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menilai pelaku tidak hanya membocorkan, tetapi juga mencederai kerja keras ratusan ribu orang yang terlibat dalam pelaksanaan UN.
"Mereka (guru-guru) jaga itu dengan hati-hati dan amanah karena ini adalah rahasia, lalu ada orang yang meng-upload itu. Jadi, satu orang ini bukan sekadar membocorkan, dia juga mengkhianati ratusan ribu orang yang bekerja disiplin menjaga amanah itu," ujar Anies di Kantor Kemendikbud Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (16/4).
Pelaku diketahui mengunduh 30 set dari 11.730 set soal UN dalam bentuk PDF melalui akun Google Drivenya. Meski hanya mengunduh 30 set dari 11.730 set soal UN, Anies tetap menyayangkan perbuatan tersebut. Hal itu tetap mencoreng pelaksanaan UN. "Secara jumlah memang tidak banyak. Akan tetapi, itu bukan soal jumlahnya. Meskipun kecil, itu tercoreng, tidak ada toleransi," ujarnya lagi.
Kondisi tersebut membuat para siswa peserta UN, termasuk di Lampung, di antaranya mengaku was-was atas kemungkinan pelaksanaan UN SMA sederajat tahun ini akan diulang, terutama untuk mata pelajaran yang terindikasi dibocorkan soal-soalnya tersebut.
Standar Kelulusan
Lantas, bagaimana ketentuan standar kelulusan siswa yang tidak lagi hanya ditentukan dari hasil UN itu?
Berkaitan dengan penilaian hasil belajar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggara Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau Yang Sederajat.
Dalam Bab II Peraturan Mendikbud itu, ditetapkan Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Pencapaian Kompetensi Lulusan dalam Ujian Nasional; yaitu pada pasal 2 ayat (1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik, dan lulus Ujian S/M/PK.
Dalam Ayat (2), disebutkan bahwa kelulusan peserta didik dari ujian S/M sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan oleh satuan pendidikan; (3) kelulusan peserta didik dari ujian PK sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi; (4) kelulusan peserta didik ditetapkan setelah satuan pendidikan menerima hasil UN peserta didik yang bersangkutan.
Pasal 3 Ayat (1) menyebutkan bahwa penyelesaian seluruh program pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Huruf a, untuk peserta didik: SMP/MTs dan SMPLB apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas VII sampai dengan kelas IX; SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, dan SMK/MAK apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas X sampai dengan kelas XII; SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem kredit semester (SKS) apabila telah menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang dipersyaratkan; Program Paket B/Wustha dan Program Paket C, apabila telah menyelesaikan keseluruhan derajat kompetensi masing-masing jenjang program.
Ayat (2) SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem SKS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf c harus memiliki izin dari dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau kantor wilayah kementerian agama provinsi/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing; (3) ketentuan keikutsertaan peserta didik dari sekolah penyelenggara sistem SKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dalam POS UN.
Pasal 4 Ayat (1) kriteria kelulusan peserta didik dari ujian S/M untuk semua mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Huruf c ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan nilai S/M; (2) kriteria kelulusan peserta didik dari ujian PK untuk semua mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Huruf c ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi berdasarkan perolehan nilai PK dari PKBM/kelompok belajar pada SKB.; (3) kriteria kelulusan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup minimal rata-rata nilai dan minimal nilai setiap mata pelajaran yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Ayat (4) nilai S/M/PK sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) diperoleh dari gabungan rata-rata nilai rapor dengan bobot 50 persen sampai dengan 70 persen, yaitu: pertama, semester I--V atau yang setara pada SMP/MTs, SMPLB, dan Paket B/Wustha; kedua, semester III--V atau yang setara pada SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, SMK/MAK, dan Paket C; ketiga, semester I--V atau yang setara bagi SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem SKS.
Nilai ujian S/M/PK dengan bobot 30--50 persen. Total bobot nilai rapor dan nilai ujian S/M/PK 100 persen, dan nilai S/M/PK dilaporkan dalam rentang nilai 0--100.
Dalam Pasal 5, disebutkan bahwa kelulusan peserta didik dari SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, SMK/MAK ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rapat dewan guru; Program Paket B/Wustha dan Program Paket C ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melalui rapat pleno dengan melibatkan perwakilan dari satuan pendidikan nonformal.
Pasal 6 Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap peserta didik yang telah mengikuti UN akan mendapatkan SHUN; (2) SHUN sekurang-kurangnya berisi biodata siswa, nilai hasil UN untuk setiap mata pelajaran yang diujikan, dan tingkat pencapaian kompetensi lulusan untuk setiap mata pelajaran yang diujikan; (3) nilai hasil UN dilaporkan dalam rentang nilai 0--100.
Ayat (4) tingkat pencapaian kompetensi lulusan seperti yang dimaksud pada Ayat (1) disusun dalam kategori sangat baik, jika nilai lebih dari 85 dan kurang dari atau sama dengan 100; baik, jika nilai lebih dari 70 dan kurang dari atau sama dengan 85; cukup, jika nilai lebih dari 55 dan kurang dari atau sama dengan 70; dan kurang, jika nilai kurang dari atau sama dengan 55.
Peraturan itu ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2015 oleh Mendikbud Anies Baswedan. Regulasi ini menggantikan Peraturan Mendikbud sebelumnya (Mohammad Nuh), yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 144 Tahun 2014.
Seharusnya, dengan ketentuan kelulusan siswa yang tidak lagi hanya berdasarkan hasil UN, tetapi berdasarkan proses belajar mengajar siswa selama sekolah, praktik pembocoran soal semestinya tidak terjadi.
Begitu pula, perilaku tidak terpuji "membantu" siswa peserta UN mendapatkan nilai terbaik secara tidak jujur dilakukan berbagai oknum maupun cara-cara "rekayasa" mencapai target mendapatkan nilai tinggi UN oleh oknum terentu secara perorangan maupun tersistematis seharusnya juga tidak lagi dijalankan.
Kini, saatnya para siswa melaksanakan tugas belajar mengajar dan menjalani proses pendidikan formal dengan lebih tenang.
Anak-anak kita itu haruslah menjadi pintar secara akademik, terampil secara "skill", dan bermoral serta berbudi pekerti dan akhlak terpuji sejalan tujuan pendidikan yang paripurna. Dengan demikian, SDM negeri ini benar-benar menjadi makin tangguh, berkualitas, bermental, dan moral kuat, seperti kita cita-citakan bersama. (antaranews)
0 komentar:
Posting Komentar